Perjanjian atau kapitulasi tersebut berisi penyerahan tanpa syarat semua koloni Belanda. Kerajaan Inggris lalu mengangkat Thomas Stanford Raffles sebagai
letnan gubernur untuk wilayah koloni VOC. Ia berkuasa dari tahun 1811
hingga 1816. Selanjutnya Raffles mengirim para pejabat Inggris ke
berbagai wlayah untuk mengambil alih pemerintahan. Untuk Makassar dan
Daerah Taklukannya dikirim Richard Phillips yang memerintah pada
1812-1814. Setelah itu residen Makassar yang baru, Richard Phillpis,
membuka Makassar untuk semua pedagang dari kolonikoloni bangsa Eropa
lainnya. Philips berusaha menyejahterakan rakyat Makassar, misalnya
dengan menghapus dan meringankan pajak gerobak angkutan dan kuda beban
serta mengurangi pajak candu menjadi lima persen dari nilai jual.
Memang, Raffles dalam masa pemerintahannya ingin menerapkan
pemerintahan yang bersifat liberal seperti yang dilakukan Inggris di
India yang berdasarkan pada sistem yang dikenal dengan istilah Land Rente System (Sistem
Sewa Tanah). Dia menginginkan kebijakan yang dilaksanakan tidak
bersifat paksaan. Oleh karena itu Raffles menghapuskan sistem kerja
rodi, menghapuskan Pelayaran Hongi di Maluku, pengawasan tanah langsung
oleh pemerintah dan hasilnya langsung dipungut oleh pemerintah tanpa
melalui perantara bupati, dan penyewaan tanah dibeberapa daerah
berdasarkan kontrak dan terbatas waktunya.
Sistem sewa tanah ini tidak diberlakukan di Batavia dan Priangan,
karena di daerah-daerah sekitar Batavia umumnya adalah milik swasta,
sedangkan Priangan merupakan daerah wajib penanaman kopi yang memberi
keuntungan yang besar bagi pemerintah kolonial. Sistem sewa tanah ini
tidak berhasil dengan baik, karena perubahan sistem ini tidak dibarengi
dengan perubahan mental dan kultur dari unsur-unsur pemerintahan yang
umumnya masih hidup dalam alam tradisional dan feodalisme. Ditambah
dengan tidak tersedianya tenaga-tenaga yang terlatih dan berpengalaman.
Dengan politik sewa tanahnya yang diilhami dari pengaruh paham liberal,
rakyat Indonesia belum paham sepenuhya dengan sistem ekonomi uang. Oleh
karena itu, Sistem Sewa Tanah dianggap mengalami kegagalan, karena
rakyat masih terbiasa dengan sistem ekonomi tertutup, di mana pembayaran
pajak belum sepenuhnya dengan uang tetapi in natura atau barter. Faktor
utama lainnya yang dianggap sebagai biang kegagalan liberalisasi
ekonomi adalah masih kuatnya praktik budaya feodalisme di Indonesia.
Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung lima tahun.
Perubahan politik di Eropa mengakhiri pemerintahannya. Pada 1814
Napoleon Bonaparte menyerah kepada Inggris dan sekutunya. Menurut
Perjanjian London, status Indonesia kemudian kembali pada masa sebelum
perang, yaitu di bawah kekuasaan Belanda. Isi Perjanjian London tahun
1816
1. Pemerintah Inggris menyerahkan kembali tanah jajahannya kepada Belanda sebagaimana yang disepakati dalam Kapitulasi Tuntang.
2. Inggris mendapat kan Sailan dan Tanjung Harapan dari Belanda sebagai imbalan mempertahankan daerah itu dari serangan Prancis. sumber: budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-xi/perkembangan-indonesia-masa-thomas-stanford-raffles/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar